Hisashi Ouchi, Korban Radiasi Nuklir yang Bertahan 83 Hari
Daftar isi
Sobat Parasayu tahu gak, bahwa salah satu penggunaan nuklir terbesar yang tercatat dalam sejarah adalah penjatuhan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 silam yang menewaskan kurang lebih 400.000 korban yang mayoritas adalah rakyat biasa. Namun hal ini tidak menghentikan Jepang untuk tetap menggunakan nuklir sebagai sumber daya, yang kemudian hari akan tercatat kembali dalam sejarah, sebuah kecelakaan tragis yang menimpa Hisashi Ouchi.
Umum diketahui bahwa nuklir adalah salah satu sumber daya yang menjadi kontroversi yang pernah dibuat oleh manusia. Selain bermanfaat dalam medis dan sebagai sumber tenaga, nuklir dapat menjadi senjata berbahaya yang mengancam. Terlalu sering terpapar radiasi nuklir dapat menyebabkan dampak tidak baik pada tubuh manusia mulai dari keracunan sampai kematian.
Hisashi Ouchi adalah salah satu dari dua korban yang meninggal dunia dalam kecelakaan ini
Kecelakaan ini melibatkan tiga teknisi Hisashi Ouchi, Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa. Hisashi terpapar paling parah karena dia berdiri paling dekat dengan tangki pengendapan, Hisashi terkena paparan 17 sieverts. Shinohara yang berdiri di atas podium untuk menuang cairan ke dalam tangki terkena paparan 10 sieverts dan Yokokawa yang berdiri di atas podium yang berjarak empat meter dari tangki terkena paparan 3 sieverts. Dikatakan bahwa seseorang yang terpapar lebih dari 10 sieverts dapat mengakibatkan kematian. Setelah terkena radiasi Hisashi dan Shinohara langsung merasakan rasa sakit, mual dan kesulitan bernafas yang akhirnya hilang kesadaran. Meskipun tidak ada ledakan namun dampak radiasi yang diterima Hisashi begitu parah sehingga kromosomnya hancur dan DNA nya hilang. Sel darah putih yang hampir hilang dalam tubuh Hisashi membuat dia kehilangan sistem imun dan harus di rawat di ruang isolasi khusus agar tidak tertular penyakit berbahaya. Sekujur tubuhnya mengalami luka bakar parah, tubuhnya tanpa kulit dan hanya menyisakan kerangka serta organ organ dalamnya hancur.
Kecelakaan terjadi dianggap karena kurangnya pengalaman yang menyebabkan kesalahan
Kecelakaan naas tersebut terjadi pada 30 September 1999 di PLTN Tokaimura berada di kota Tokai, Prefektur Ibaraki didirikan pada tahun 1966 yang dioperasikan oleh JCO (sebelumnya bernama Japanese Nuclear Fuel Conversion Co).
JCO menugaskan Hisashi Ouchi bersama kedua rekannya Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa untuk melakukan pencampuran bahan bakar nuklir untuk pertama kali setelah tiga tahun tanpa ada pelatihan yang tepat. Tanpa persiapan yang matang ketiga teknisi yang dituntut untuk segera menyelesaikan pekerjaan sebelum tenggat waktu tidak melakukan prosedur dengan benar, untuk mempersingkat waktu mereka mencampur bahan kimia berbahaya di ember stainless dan menuangkan larutan uranium langsung ke dalam tangki menggunakan tangan. Saat proses pencampuran larutan pun mereka memasukkan lebih banyak bahan kedalam tangki dari komposisi yang dianjurkan. Komposisi yang dianjurkan adalah 2,4 kilogram larutan uranium. Ketika reaksi terjadi, terdapat 16 kilogram uranium di dalam tangki.
Alarm Gamma yang menyala membuat mereka sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Setelah terpapar mereka bertiga melakukan evakuasi keluar dari lokasi, teknisi lain yang menyadari kecelakaan yang mereka akibatkan segera menghubungi bagian emergensi untuk membawa mereka ke rumah sakit terdekat.
Selain berdampak pada ketiga teknisi yang terkena paparan radiasi langsung, semua pekerja PLTN dan warga sekitar juga diperiksa dan dianjurkan untuk tidak meminum air tanah dan memakan hasil tanam. Kasus tercatat sebagai kecelakaan nuklir terparah di Jepang sebelum kasus kebocoran nuklir di kota Fukushima yang terjadi pada tahun 2011 akibat gempa.
Dihidupkan berkali-kali meskipun sudah berkata tidak kuat untuk hidup
Hisashi Ouchi sudah dipastikan tidak akan bertahan hidup tanpa alat bantu medis. Namun tim dokter melakukan segala cara agar Hisashi hidup. Selama perawatan dokter berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan kembali Hisashi. Mereka melakukan transfusi darah, perawatan kanker, memberikan obat-obatan yang tidak ada di Jepang, bahkan melakukan transfusi sel induk perifer pertama di dunia untuk menghasilkan kembali sel darah putih dalam tubuh Hisashi yang hampir hilang. Meskipun sel darah berhasil diproduksi kembali dalam tubuh Hisashi namun pada akhirnya sel itu mati akibat radiasi.
Setelah satu minggu dirawat Hisashi mengatakan bahwa dia sudah tidak tahan lagi dan bukan kelinci untuk percobaan. Namun tim dokter tidak mengindahkan perkataannya dan tetap melakukan tindakan untuk membuat dia tetap hidup dengan menanggung rasa sakit meskipun dalam pengobatan.
Seiring memburuknya kondisi Hisashi Ouchi dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Tokyo. Hisashi kehilangan banyak cairan sampai 10 liter setiap hari, dia harus melewati proses transplantasi kulit setiap hari namun tidak ada kulit yang menempel dan otot-otot nya mulai lepas dari tulang dan terus mengeluarkan darah dari matanya. Di hari ke 59 karena kerusakan organ yang begitu parah menyebabkan jantung Hisashi berhenti tiga kali selama 49 menit, namun para dokter tetap menghidupkan dia kembali meskipun Hisashi berkata dia sudah tidak ingin hidup lagi. Hisashi meninggal dunia setelah 83 hari dirawat akibat gagal jantung, meskipun para dokter tetap gigih ingin mempertahankan nyawa Hisashi namun atas permintaan keluarga yang menginginkan Hisashi untuk pergi dengan damai dan tidak merasakan sakit lagi akhirnya dokter menghentikan proses perawatan.
Hal ini menyebabkan perdebatan karena tim dokter dianggap melanggar etis dokter dengan tetap mempertahankan nyawa Hisashi meskipun korban mengalami kesakitan dan sudah mengatakan dia tidak kuat lagi hanya untuk sebuah percobaan.
Kedua korban lainnya dirawat intensif
Masato Shinohara, orang kedua setelah Hisashi yang terkena radiasi parah, juga dirawat di Rumah Sakit Universitas Tokyo. Paru-paru Shinohara rusak parah sehingga dia tidak bisa berbicara dan hanya dapat berkomunikasi menggunakan tulisan. Usaha dokter untuk merawat Shinohara dengan melakukan transfusi darah dan perawatan kanker tidak ada yang berhasil, Shinohara pun meninggal dunia setelah tujuh bulan dirawat karena mengalami kegagalan fungsi paru-paru dan liver.
Sementara Yutaka Yokokawa yang berhasil pulih setelah dirawat di rumah sakit selama lebih dari enam bulan. Satu tahun setelah kecelakaan naas itu Yokokawa dan lima karyawan dari JCO ditahan karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas. Yokokawa menyatakan dia ‘lupa’ dan tidak menyadari bahayanya nuklir.
Didokumentasikan dalam sebuah buku
NHK TV Crew menerbitkan buku berjudul ‘A Slow Death: 83 Days of Radiation Sickness’ yang menceritakan kisah Hisashi Ouchi menanggung rasa sakit selama 83 hari menjalani perawatan di rumah sakit sampai di hari dia meninggal dunia. Di buku ini diceritakan bahwa awalnya Hisashi tidak seperti orang yang terkena radiasi, dia masih bisa berbicara dan hanya lengan nya saja yang mengalami pembengkakan namun semakin hari keadaan Hisashi semakin parah sampai dokter tidak tahu lagi harus berbuat apa.